Mencari dinding batas

















Melihat Josh membetulkan cara ucap bahasa Inggris be membuat Na meringis skeptis. Apakah akan semudah seperti saat ia menirukan gerakan tubuhnya yang terpantul dari balik kaca tempered glass atau tidak. Geliat tubuh be yang seakan tidak menyukai semangat positif masa depan seperti sebuah kunci gembok dengan pengaman yang super canggih, sulit untuk dibuka.

“I believe i can’t fly, yeeah I believe i can’t fly”

“No no be, not can’t but can”

“Can’t, can’t, can’t!”

“Hemmhh” Jos mendengus putus asa. Seperti apakah sebenarnya be itu? Sungguh sulit untuk membelokkan alur masa depannya. Tentu bukan karena keadaannya, gumam Josh. Bila itu jadi alasan, tentu sudah sejak belasan tahun yang lalu ia sudah menabur bunga mawar diatas taman kesunyian be!

Na menggerakkan pundaknya ke atas sambil mengangkat kedua tangannya saat matanya beradu pandang dengan Josh, tanda: entahlah, tak tahu bagaimana lagi, atau…



Kalimat i believe i can’t fly merupakan sebuah realitas yang paling jujur dari serang anak manusia? Karena manusia sungguh tak dapat terbang (tanpa alat), tidak seperti burung yang punya sayap? Tapi…

Josh mencoba menggali realitas yang paling sederhana dari seorang be, yang dibesarkan dengan kalimat-kalimat negatif (kata dia), motivasi negatif, cercaan, dan lain dan lain dan lainnya yang ia bilang sebagai bagian dari realitas hidupnya waktu itu, dalam sebuah perjumpaan di ….

“Hi, my name is Josh, nice to meet you… err what’s your name?

“Nice to meet you too Josh, you can call me be”

“Be, like bee?

“No, no, be like in a word better’

“O i see, so… don’t take long time, tommorow morning my house ya?”

“Okay sir!”

Dan Josh kemudian hanya bisa berkata, oh my god! Saat be datang ke wismanya pagi itu, sesosok manusia dengan kaki yang teramputasi tersenyum memanggilnya di depan pintu. Di pangkuannya tergeletak berbagai macam portfolio kerjanya yang…

“Amazing!” Bahkan tanpa kaki dan tangan yang utuh dia bisa mengerjakan banyak hal yang sangat mustahil dilakukan oleh manusia normal. Dan mereka pun berjabat tangan erat lalu segera berbincang hangat tanpa terbersit sedikit pun rasa jijik atau meremehkan kemampuan.

“I believe i can’t fly, yeeah I believe i can’t fly”

“Eh?” Josh tersadar kembali dari lamunan panjangannya. Dibalik kaca tempered glass Na terlihat tergelak tawa tanpa suara melihatnya.

“Be?”

“Yes?”

“Are you sure you can’t fly?”

“Sure did man, i am just a man, i got no wings to fly, but i can drive many more things to live my life!”

“....”


djs (sama seperti yang telah saya posting di kompasiana)

Comments

:)