Seuntai kerling manis tali...

















Ah, indahnya lihat kerling manis di malam yang beranjak gerimis. Seperti denting tik tok tik tok yang diaransemen jadi, ti i i i i i k... t o o o o o k... ti i i i i i k... t o o o o o k....

Hemm, sekelebat burung malam hinggap di pangkuan sambil menatap mata ini tajam-tajam, gumamnya: sungguh ingin kau lakukan? Mulutku jawab, iya, sungguh, benar ya, lalu kenapa? Dia palingkan wajahnya-menatap jauh ke luar jendela, tempat hitam berselimut kelam, ada apa... gumamnya.

"Tak ada apa-apa"

"Hah?"

Mari minum kopi? Ajakku kemudian yang dijawab dengan tawa getir, seakan meledekku yang sedang berkata satir. Aku ini burung, bukan manusia! Gumamnya. Lalu kenapa? Aku palingkan wajah menatap ke dalam cangkir, tempat hitam dan pahit teraduk tanpa si manis, tak apa-apa... hanya kawatir saja, gumamnya.

Ini hari ke brapa? Tanya bola matanya padaku. Goyang cangkir kopi jawabnya, tak peduli betapa inginnya dia akan jawaban segera. Ku angkat tubuh menuju pojok kamar yang beranjak senja-tempat seikat tali tambang mengerling manja.

"Hah?"

"Sungguh ingin kau lakukan?" Mulutku jawab, iya, sungguh, benar ya, lalu kenapa? Dia palingkan wajahnya-menatap jauh ke luar jendela, tempat hitam berselimut kelam, ada apa... gumamnya.

Ah, indahnya lihat kerling manis tali tambang yang tak tampak bengis. Seperti suara sepatu yang diseret di padang gersang penuh debu dan rumput berbagai jenis. Waktu itu, kala nanti, saat itu, suatu hari berganti, angin bertiup, panas menghilang....

Tanpa lukisan,

tanpa kehadiran,

ketiadaan.




Ubud mematikan televisinya, menarik selimut, membanting buku, lalu melanjutkan tidur panjangnya. Seperti waktu itu, layaknya kala nanti, mirip saat itu, ketika sebuah hari berganti, angin berhembus panas, lalu menghilang tanpa lukisan, tanpa kehadiran, ketiadaan.


djs (sama seperti yang telah saya posting di kompasiana)

Comments

:)