Mengapa kau selalu menghindariku bu (penjaga perpustakaan) ?





















"Menunggu siapa?"
"Ibu"

"Dia lagi?"

"Iya..."

"Sudahlah, ambil dan bawa saja, sepertinya dia.."

"Tak mau bila ini kukembalikan ya?" jawabnya sambil menekuk kedua tangannya, seperti gerakan memeluk badannya. Lalu seperti kemarin, sorot matanya perlahan jadi sangat tidak kuat, kurang kontras! Kata seorang tukang foto, jadi sangat lembut, kurang berdimensi, sangat datar, seakan hanya gambar dua dimensi saja.

"Hei bu! Bu! Bu!"

Tak tak tak, suara sepatu yang beradu dengan lantai tiba-tiba seperti alunan string dengan vokal yang sudah sangat kuhapal,

"Hei bu! Bu! Bu!"

"Hei bu! Bu! Bu! Ini aku mau kembalikan!"

Hemh.. Peter menghembuskan nafasnya. Tempat ini selalu sepi, tak pernah berubah, gumamnya. Disekanya peluh yang sebenarnya enggan turun dari keningnya, sebab angin sepoi dan keteduhan tempat itu seakan melarangnya.

"Menunggu siapa?"

"Ibu"

"Dia lagi?"

"Iya..."

"Sudahlah, ambil dan bawa saja, sepertinya dia...."

Brak! Ia menggebrak kursi kayunya. Kesal dengan suara-suara percakapan yang sama, yang selalu hadir saat duduk sendiri, saat sunyi, kala keteduhan berbaur dengan angin sepoi dan kicau burung. Sebait catatan dari lembaran buku yang sedari tadi terbuka karena tiupan angin seperti meminta perhatiannya.

"Buku apa ini?"

"Kau pasti tahu"

"Kenapa?"

"Sebab hanya kau yang akan mengerti..."

"Kenapa? Buat apa aku mengerti? Buku ini seharusnya tak disini, ini bukan tempatnya buku!"

"Hei bu! Bu! Bu!"

"Hei bu! Bu! Bu! Ini aku mau kembalikan!"

"Hah?" Peter seketika tersadar. Tak ada siapapun disampingnya, dihadapannya, sekelilingnya. Jadi siapakah yang telah bercakap-cakap dengannya? Kenapa pula tiba-tiba ada sebuah buku yang memintanya untuk dibaca? Dan.. suara-suara itu lagi...

"Pet! Woi!"

"What?"

"Hai, sudah lama disini?" tanya Bread

"Iya, aku suka disini, teduh"

"Aku sedang mencarimu, lalu tiba-tiba tadi aku seperti mendengar suaramu sedang bercakap-cakap dengan seseorang disini, aku langsung kemari Pet"

"Masak kau dengar aku bercakap-cakap? Perasaan tadi aku hanya duduk malas bersandar di kursi kayu ini sambil melamun"

"Ah kau! Beneran! Kau sedang bercakap dengan seorang lelaki!" tukas Bread sambil duduk disamping Peter. Rerumputan bergoyang dibuatnya, karena tubuh bread yang lumayan besar. Tanpa jeda, ia langsung mengatakan apa yang didengarnya dari kejauhan. Suara-suara percakapan tentang bagaimana seorang lelaki telah lama ingin mengembalikan sebuah buku kepada pemiliknya, hanya yang aneh, lelaki itu tak pernah mengatakan ia membawa buku yang hendak dikembalikan, hanya gerakan tangan- memeluk tubuhnya sendiri yang diperagakan.

"Hei akhirnya, aku bisa mengembalikan buku ini! Iya Pet, aku sudah bebas Pet!"

"Bagaimana mungkin? Si ibu tak pernah kulihat sudi menemuimu?"

"Ya, mungkin dia tak mau bertemu denganku, namun ini, sudah aku kembalikan," balasnya sambil memperagakan gerakan tangan - memeluk tubuhnya sendiri.

"Aku suka disini, teduh," sambungnya lagi

"Meskipun tak ada yang sudi datang kemari... kecuali kau Pet"

"Kecuali kau Pet"

"Kecuali kau Pet"

"Kecuali kau Pet"

"Kecuali kau...."

"Pet! Pet! Sadar! Sadar! Jangan melamun lagi woi!" Bread menepuk-nepuk wajah Peter yang terlihat mulai memucat.

"Hah? Kau Bread? Yang tadi, yang tadi bicara padaku, padaku siapa Bread?"

"Ah kau! Tukang melamun!"

Wussss.... tiba-tiba angin keras datang, membalik dan membuka sebuah halaman buku yang sedari tadi minta perhatian Peter, halaman sembilan belas, bab sebelas. Sebait catatan sontak mereka baca dengan seksama:

Hei akhirnya, aku bisa mengembalikan buku ini! Aku suka, aku sudah bebas. Buku ini sungguh sangat tak berarti, bodoh, tidak cakap, tidak pandai, tidak bisa memenuhi keinginan si ibu. Seperti seonggok buku kumal diantara buku mahal bersampul tebal, buku ini tak layak, tak pantas ada disini, menemani si ibu.

Terima kasih sudah membaca aku, buku ini hanyalah sebuah catatan, bukan si buku yang hendak aku kembalikan. Kau sering melihatku hendak mengembalikan buku bukan? Namun aku tak membawa sebuah bukupun. Ya, aku, tubuhku adalah buku itu, yang tak berarti, bodoh, tidak cakap, tidak pandai, tidak bisa memenuhi keinginan si ibu. Maka aku kembalikan tubuh ini agar dia tidak malu karena aku sudah menjadi bukunya yang kumal sejak lama.

Ini aku sudah kembalikan tubuhku pada si ibu, aku telah bernegosiasi dengan si tua pembawa maut, bahwa aku ingin mengambil waktuku sekarang, dan dia dapat kuperdaya.

"Menunggu siapa?"

"Ibu"

"Dia lagi?"

"Iya..."

"Sudahlah, ambil dan bawa saja, sepertinya dia.."

"Tak mau bila ini kukembalikan ya?" jawabnya sambil menekuk kedua tangannya, seperti gerakan memeluk badannya. Lalu seperti kemarin, sorot matanya perlahan jadi sangat tidak kuat, kurang kontras! Kata seorang tukang foto, jadi sangat lembut, kurang berdimensi, sangat datar, seakan hanya gambar dua dimensi saja.

Bersamaan dengan terdengarnya suara-suara percakapan yang makin tak jelas, Peter dan Bread bergegas beranjak meninggalkan taman makam. Sebelumya, sebuah buku mereka letakkan diatas sebuah nisan, yang diatasnya tertulis,

"Telah berpulang sebelum waktunya, najis, najis, najis"




[djs]

Comments

:)