Bolehkah sebatang lagi?


















Sssshh... ahhh

"Jangan terlalu dipaksakan Bil"

Ssshh, "Tidak"

"Itu?"

"Tidak, tidak, aku sangat menikmati rokok ini"

"Tapi, kau..."



"Bu, ibu, itu apa?" seorang anak kecil tiba-tiba memecah keheningan di tepi pondok malam itu. Acungan jemari kecilnya menarik garis lurus ke arah perbincangan yang mau tak mau terhenti karena... tak ada yang mendengar selain mereka berdua, dan gadis kecil, yang segera berlalu, diangkat dalam gendongan oleh sang ibu dengan tergesa-gesa.



"Satu batang lagi ya Ded?"

"Hemm.."

"Boleh ya?"

"Buat apa Bill? Mengapa kau sepertinya masih menikmatinya?"

"Iya Ded, masih, ini.. sangat nikmat," jawab Bill sambil menyalakan lagi sebatang rokok kesukaannya dulu. Langit makin gelap, angin mulai berhembus kencang, dan awan-awan hitam seperti hendak menumpahkan air hujan dengan segera.



"Ayo kita berteduh Ded!" ajak Bill

"Apa? Berteduh?"

"Iya"

"Kau yakin dengan katamu itu?"

"Apa?"



Beberapa orang laki-laki bersarung tampak berlari-larian dengan wajah pucat, menjauhi mereka. Hujan mulai tiba, rintik-rintiknya semakin deras, membasahi pohon besar tepi pondok. Seikat tali yang menggantung tampak mulai basah dan berayun-ayun tertiup angin kencang, membuat bayangan yang kurang enak dipandang.



"Lihat kan?" kata Ded sambil memalingkan muka Bill dengan keras

"Apa?"

"Itu mereka yang lari, dan juga anak kecil dan ibunya yang berbegas pergi tadi?"

"Apa urusannya dengan aku? Dengan rokokku? Dengan rokokku? Aku suka, aku pengen, aku ingin, ini nikmat, enak, membuatku nyaman, tidak galau!"

"Tapi Bill..."

"Lihat kan?" kata Ded sambil memalingkan kembali muka Bill dengan keras

"Ap.."

"Diam!"

"Tak bisakah kau masuk kedalam pondok dan berkaca di cermin ruang tengah!" hardik Ded dengan kesal. Rokok Bill terjatuh, gumamnya, "Kurang ajar sekali Ded ini!" Namun ia terpaksa mengikuti perintah Ded yang mulai memerah matanya. Diangkatnya kaki yang terasa sangat ringan, berjalan menuju ruang tengah pondok, tempat sebuah cermin terpasang dengan gagahnya.



"Aa pa? Apa? Aaapa?" jeritnya dengan keras, sebab tak didapatinya bayangan diri di dalam cermin besar tersebut. Diambilnya sebatang rokok kesukaannya dan buru-buru dinyalakan, sssshh... ahhh

"Jangan terlalu dipaksakan Bil"

Ssshh, "Tidak"

"Itu?"

"Tidak, tidak, aku sangat menikmati rokok ini"

"Tapi, kau nampak sangat gugup, dan aku tadi mendengar kau menjerit?" tanya Ded

"Tidak-tidak, aku tak apa-apa Ded! Tapi..."

"Tapi mengapa bayang tubuhmu tak ada di cermin? Iya?" balas Ded

"I i i ya Ded..," jawab Bill tergugu sambil menyeret langkah ringannya keluar pondok

"Hemm.."

"Boleh ya?"

"Apa Ded?"

"Aku hanya mau bilang"

"Iya"

"Sadar Bill, sadar!"

"Apa?"

Ded menggandeng Bill menuju pohon besar samping pondok, tempat sebuah tali besar berayun-ayun dengan keras. Bayangannya tampak mengiris mereka dengan sebuah kenangan yang sengaja tak dihapus oleh si empunya pondok.

"Disini Bill" tunjuk Ded

"Di mana? Pohon? Tali?" jawab Bill

"Iya, di tali"

"Ha ha ha ha? Maksudmu aku dulu suka main ayun-ayunan di tali seram ini? Ha ha ha ha"

"Kau lucu Ded" sambung Bill

Ded merasa canggung, harus bagaimana menyadarkan Bill yang sudah setahun lamanya tak bisa mengerti kondisi dirinya sendiri. Merasa suka dengan pondok, minta ditemani, dicarikan rokok, yang entah mengapa selalu ada di meja pondok setiap Kamis malam, dan entah kebetulan atau tidak, itu adalah kesukaan Bill!

"Satu batang lagi ya Ded?"

"Hemm.."

"Boleh ya?"

"Bill..."

"Ya?"

"Apakah bajumu basah oleh air hujan?"

"Kau aneh sekali Ded! Tentu saja! Tentu saja! Tentu sa.. aaaaahhhh!"

"Bill! Tenang Bill, tenang!"

"Sadar Bill, sadar!" seru Ded sambil menenangkan Bill yang seperti kehilangan kendali, meja dan kursi pondok menjadi berantakan karenanya. Pintu depan terdorong sampai terbuka separuh. Angin dini hari mulai datang meniup-niup jendela kayu yang juga tanpa sengaja terbuka. Dengan perlahan, Ded membisikkan sebuah kalimat ke dalam telinga Bill,

"Disini, di pohon ini, di tali besar ini, kau telah mati... tergantung, setahun yang lalu"



Angin subuh meliuk-liuk, menepuk pundak dan pipi Bill. Suhu udara semakin hangat, bersama dengan suara kokok ayam jantan yang mulai bersahut-sahutan, menggantikan suara lolong anjing yang berkumandang sepanjang malam, hari Kamis malam Jumat Kliwon.




+ sama seperti yang telah saya tulis di kompasiana




klaten, November 2018

djengsri



Comments

:)