Anak yang bersembunyi di balik ketiak ayahnya

violence [c] @bowobagusphoto





















“Bukan aku yang melakukannya! Sungguh bukan aku yang menyebabkan kekacauan itu!” mulutku nerocos deras, tingkahnya bagaikan bibir manis-tajam seorang presenter infotainment di televisi negeri Endonesial.

Tangan dan kakiku lalu menggapai-gapai benda-benda sakti serupa keris yang saat ini disebut sebagai gadget komunikasi, sebelum liar tatapan orang-orang yang marah dan mengepung, hendak menangkap tubuh kecil lemah ini.

“Halo ayah, halo ayah, halo ayah.... kode sembilan yah, cepat! Posisiku terjepit!” panik teriakku sesaat sambungan telepon terbuka. Hanya berjongkok ketakutan di pojok bawah jalan layang yang mampu kulakukan. Di luar, sempat kulihat matahari bersinar sangat terik namun beberapa awan mendung berjajar menjauhi matahari, seakan-akan enggan berkomplot denganku, sekedar menyembunyikan wajah dan asal-usulku.

Riuh suara ayah dibalik telepon genggam sudah lemah terdengar, dikalahkan oleh geram dan sorak caci-maki banyak orang bertemperamen tinggi, aku makin kecut bagaikan hendak matinya seekor babi! Mata kecilku mencuri-curi pandang ke arah mereka, namun bukan kehangatan yang kudapatkan, tetapi kaki-kaki yang makin liar merangsek, mendekati aku yang sedang memegang sebuah pistol sungguhan!

“Tangkap dia! Tangkap dia! Jangan sampai lepas!”

“Dasar pengecut! Babi! Tak bertanggung jawab! Mabuk lu ya?”

“Hajar saja bro! Hajar sampai remuk giginya!”


.

.


“Oh daripada selumbar di mataku,

lebih baik sekerat roti tak beragi di pagi hari.

sebab tak pedas sebiji merica yang kau kulum,

daripada segenggam remah roti penuh belati!”


.

.


Mulutku lancang berkoar tanpa mampu kukendalikan! Aku makin panik, mereka pun makin beringas, makin merangsek mendekati tubuhku. Pelatuk pistol makin bergetar minta ditarik! Aku galau! Seakan kedua tanganku bukanlah milikku, mereka telah berontak, inginkan korban lagi, selain beberapa gelintir orang yang telah kujatuhkan dengan telak di tengah jalan yang keras, melalui sebuah benturan keras!

“Oh tololnya mulutku yang mencium botol-botol jahanam itu!” aku berteriak lirih

“Hai! Jadi kau benar-benar mabuk ya? Jahanam!”

“Nyawa ganti nyawa!”

Dekat, makin dekat, mulut-mulut yang meneteskan liur dan murka! Pistolku pun bicara,

“Dor!”

“Hentikan! Ayahku pejabat TOP negara!”

“Panggil prajurit buat evakuasi dan sembunyikan aku! Atau kalian kubunuh satu persatu!”

Mendadak aku jadi galak, lebih haus darah daripada ribuan orang-orang tak punya beking orang kuat, dan mereka pun perlahan-lahan berubah jadi anjing-anjing penakut yang menyembunyikan ekornya di balik belahan pantatnya!

“Ha.. ha.. ha.. ha..!”

“Hai anjing-anjing! Akulah Anak-anak yang sembunyi dibalik ketiak ayahku. Kalian tahu mengapa? Karena ayahku pejabat nomer satu!”

“Ha.. ha.. ha.. ha..!”

“Dor! Dor! Dor!”

Dan satu lagi nyawa teregang dengan mudahnya, di hadapanku, sebelum beberapa prajurit pengawal membawaku pergi jauh dan menyapu bersih tanpa jejak sedikit pun TKP!


.

.

.


[sekedar memberi INGATAN akan anak orang TOP yang menabrak orang dan bagaimana tindakan hukumnya?]

8 Januari 2013

#InsaneAbsolutely

@djengsri



Comments

:)