Kartini (era internet)




bowobagusphoto





Duduk di sini (sendiri).. 


sebatang kretek terbakar tanpa henti. 


di atas sana bintik bintik langit memecah, 

tanda esok hari segera membuncah. 

seekor pemalas berjalan gontai, 

menipu mata hingga berkaca, 

duh sang Maha Esa, 

jangan sampai 

buatku 

gila 




*** 


Pukul dua dini hari, seorang ayah masih sibuk menenangkan seorang bayi lelaki manis yang meronta-ronta menangis. Entah apa yang sedang dicarinya, apakah sang ibu yang telah hilang sejak ia dikeluarkan dari dalam kandungan atau kehangatan kasih sayang seorang wanita yang putus begitu saja melalui penolakannya memberikan ASI! 

“Cup.. cup sayang, anakku seorang... minum cucu ya? Terus bobok ya?” 

Tiga ekor cicak di atas langit-langit meneteskan air mata. 

“Mengapa bayi manis itu sendirian saja tanpa seorang ibu?” 

Inginnya mereka bersepakat untuk ikut merawat bayi manis itu, agar ia tertawa-tawa lucu dan manja. Namun semua itu tak bisa, mereka hanyalah tiga ekor cicak kecil! 

“Hehm... dah.. bobok ya sayang...” 

Lelaki paruh baya itu akhirnya bisa tenang, setelah sang anak kembali pulas tertidur. Rupanya ia haus dan ingin ngedot. Sesuatu yang seharusnya tak terjadi, karena bayi manis dengan umur empat bulan sangat pantas untuk mendapatkan ASI. 

“Hufff wusss........” 

Dihembuskannya asap sebatang rokok kretek, jauh-jauh di teras rumah. Terlalu tanggung untuk tidur lagi! Ia memutuskan untuk bangun saja, menemani anak semata wayangnya. 

Dingin udara dini hari tak membuat raganya bergidik, hati dan perasaannya gundah, teringat peristiwa lalu yang membuatnya murka dan memutuskan untuk membawa anak semata wayangnya kembali ke rumah orangtuanya. 

*** 

“Apa? Kau tak mau memberi asi pada anak kita?” 

“Iya!” 

“Kenapa?” 

“Pokoknya tak mau! Sakit tau! Kau laki-laki tak pernah merasakannya! Lagi pula kan bisa pake dot, pake susu formula!” 

“Kau gila!” 

“Iya! Dan kalau kamu ngotot minta aku menyusui anak kita, aku mo pulang kampung!kau rawat saja anak itu sendiri!” 

“Dasar gila!” 

“Biarin!” 

Geram hati Bono mendapati istrinya berperilaku tidak selayaknya seorang ibu yang mencintai anakknya. Ada apakah dengan dunia? Inikah emansipasi wanita? Dengan cara tidak mau merawat anak? Maunya hanya kerja, kerja, dan meraih karir tertinggi? Buat apa bila anak mereka akan terlantar jadinya? Kesal dan murka, Bono akhirnya menelpon ayahanda istrinya, 

“Pak, anakmu sungguh tak tahu diri, saya mohon jemput dia, saya mau bawa anak saya pulang ke Jogja! Biar saya yang merawatnya sendiri bersama ibunda di desa!” 

“Hemh.. sabar Bon, sabar..” 

“Maaf pak, tidak bisa..” 

“Hehmm... baiklah, bila itu maumu..” 

“..........................” 

“Oeekkk.. oeekkk.......” 

Suara tangis anaknya menyadarkan lamunannya. Segera dibuangnya sebatang rokok kretek itu, membasuh tangan, berkumur air puith, lalu bergegas menemui anak manisnya. 

“Eh thole... apa le? Dot lagi?” 

“Hi.. hi.. hi.. hkwhw.. hi hi...” 

Bono terharu, rupanya si anak manis hanya ingin melihat ayahnya, ia berguman kecil, 

“Kamu ingin ayah masuk rumah ya le? Biar nggak kebanyakan rokok?” 

“Bobok lagi ya? Ayah di dalam saja kok, nggak udud lagi, biar bisa deket sama kamu..” 

“Hi.. hi.. hi.. hkwhw.. hi hi...” 



ada sebuah rasa 

yang tak pernah Ia berikan pada pria 

namun kini ia serahkan begitu saja 

setelah lama Ia timbang dan pikirkan 

…. 

Hemh.. tak ada salahnya, 

seorang pria jadi bunda yang baik 

bagi ananda tercinta 




20 April 2012 

Selamat hari Kartini! 
@bowo bagus

Comments

:)